Jumat, 30 November 2012

Candi Bahal





Candi Bahal berlokasi di Desa Bahal, Kecamatan Padang Bolak, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, yaitu sekitar 3 jam perjalanan dari Padangsidempuan. Candi ini merupakan kompleks candi (dalam istilah setempat disebut biaro) yang terluas di provinsi Sumatra Utara, karena arealnya melingkupi kompleks Candi Bahal I, Bahal II dan Bahal III.



Candi Bahal hanya merupakan bagian dari candi-candi Padanglawas yang berarti candi-candi yang terletak di padang luas yang mencakup, di antaranya: Candi Pulo, Candi Barumun, Candi Singkilon, Candi Sipamutung, Candi Aloban, Candi Rondaman Dolok, Candi Bara, Candi Magaledang, Candi Sitopayan dan Candi Nagasaribu. Kemungkinan, persawahan dan perkampungan di sekitar candi-candi tersebut tadinya merupakan padang yang sangat luas. Dari sekian banyak candi Padanglawas hanya Candi Bahal yang sudah selesai dienovasi, Candi Sipamutung dan candi Pulo sedang dalam proses renovasi, sedangkan candi lainnya masih berupa reruntuhannya. 

Tidak diketahui apakah Candi Bahal merupakan candi Hindu atau Candi Buddha. Menilik atap Candi Bahal I yang mirip dengan bentuk atap Candi Mahligai di Muara Takus (Riau) diduga Candi Bahal merupakan Candi Buddha. Akan tetapi, melihat arca-arca batu yang ditemukan di tempat tersebut, seperti arca kepala makara, arca Ganesha, raksasa, dsb., diperkirakan Candi ini merupakan candi Hindu atau Buddha Tantrayana. Fungsi candi Bahal pada masa lalu juga belum diketahui dengan pasti, walaupun penduduk di sekitar menyebutnya “biaro” yang berarti biara. 

Kompleks Candi Bahal terdiri dari tiga buah candi, yang masing-masing terpisah dengan jarak sekitar 500 meter. Beberapa kilometer dari candi ini ada pula kompleks candi lain, yaitu kompleks Candi Pulo atau Barumun yang tengah dipugar.

Candi Bahal seringkali disebut juga sebagai Candi Portibi, sesuai dengan sebutan untuk daerah tempat candi itu berada. Dalam beberapa hal, terdapat kesamaan di antara Candi Bahal I, II maupun III. Seluruh bangunan di ketiga kompleks candi dibuat dari bata merah, kecuali arca-arcanya yang terbuat dari batu keras. Masing-masing kompleks candi dikelilingi oleh pagar setinggi dan setebal sekitar 1 m yang juga terbuat dari susunan bata merah. Di sisi timur terdapat gerbang yang menjorok keluar dan di kanan-kirinya diapit oleh dinding setinggi sekitar 60 cm. Di setiap kompleks candi terdapat bangunan utama yang terletak di tengah halaman dengan pintu masuk tepat menghadap ke gerbang.

Bahal I


Lokasi Candi Bahal I mudah ditemukan karena bangunan candi langsung terlihat dari jalan yang dapat dilalui kendaraan beroda empat. Selain itu, di jalan masuk ke areal candi Bahal I telah dibangun gapura dan sebuah pos penjagaan yang terletak tidak jauh dari gapura. 





Berhadapan dengan pos penjaga terdapat sebuah bangunan yang difungsikan sebagai museum. Dalam museum tersebut tersimpan bagian-bagian Candi Bahal yang belum dapat dikembalikan ke tempatnya semula, termasuk arca utuh dan potongan arca.




Candi Bahal 1 dibangun di pelataran seluas sekitar 3000 m2 yang dikelilingi pagar dari susunan batu merah setinggi 60 cm. Dinding pagar tersebut cukup tebal, yaitu sekitar 1 m, sehingga orang dapat berjalan dengan leluasa mengitari candi. Pada pertengahan sisi timur, dinding halaman melebar, membentuk lantai yang menjorok sekitar 7 m ke arah luar halaman candi. Dinding setinggi sekitar 70 cm mengapit sisi kanan dan kiri lantai tersebut sampai ke batas tangga yang terdapat di ujung sisi kiri dan kanan gerbang.



Bangunan utama Candi Bahal I terletak di tengah halaman, menghadap ke gerbang. Di antara bangunan utama dan pintu gerbang terdapat fondasi atau panggung berbentuk dasar bujur sangkar berukuran sekitar 7 x 7 m2. Tangga naik ke panggung yang dibuat dari batu merah tersebut terdapat di sisi timur, berhadapan dengan tangga naik ke bangunan utama, dan di sisi barat panggung, berhadapan dengan tangga untuk turun dari gerbang.

Di bagian selatan halaman, sejajar dengan fondasi tersebut di atas, berjajar dua fondasi berukuran 3 m2 dan 2,5 m2. Tidak didapatkan informasi apakah di atas ketiga fondasi tersebut tadinya terdapat bangunan atau tidak. Tidak diketahui juga fungsi ketiganya.

Bangunan utama Candi Bahal I merupakan yang terbesar dibandingkan dengan bangunan utama Candi Bahal II dan II. Bangunan utama ini terdiri atas susunan tatakan, kaki, tubuh dan atap candi. Tatakan candi berdenah dasar bujur sangkar seluas sekitar 7 m2 dengan tinggi sekitar 180 cm. 
-


Di atas tatakan berdiri kaki candi setinggi 75 cm, dengan denah dasar berbentuk bujur sangkar seluas 6 m2. Selisih luas tatakan dan kaki candi membentuk selasar mengelilingi kaki candi. Di pertengahan sisi timur, tepat di depan tangga naik ke kaki permukaan candi, tatakan candi menjorok ke luar sepanjang sekitar 4 m dengan lebar sekitar 2 m. Di ujung ‘jalan’ tersebut terdapat tangga yang diapit oleh sepasang kepala makara di pangkalnya.



Makara adalah hewan yang hanya ada dalam mitos, berwujud setengah ikan setengah buaya. Mulut arca kepala makara dari batu tersebut menganga lebar. Dalam mulut yang terbuka tersebut terdapat makhluk yang mirip dengan kinara-kinari, yaitu burung berkepala manusia, seperti yang terdapat pada candi-candi Syiwa di Jawa. 

Walaupun sama-sama terbuat dari batu, arca makara pengapit tangga ini mempunyai pola hiasan yang berbeda dengan yang terdapat di candi-candi di Jawa pada umumnya. Bagian belakang kepala hewan tersebut dihiasi dengan pahatan lingkaran berjajar, yang tidak ditemukan pada makara candi-candi di Jawa. 


Sepanjang sisi utara dan selatan dinding ‘jalan’ menuju tatakan terdapat pahatan berbentuk orang dalam berbagai posisi. Walaupun banyak bagian pahatan yang sudah rusak, masih terlihat bentuk orang yang tampak seperti sedang menari. Di sepanjang sisi timur atau depan tatakan terdapat pahatan berbentuk raksasa yang sedang duduk.



Pada dinding utara dan selatan kaki candi tidak terdapat pahatan, sedangkan sepanjang dinding barat (belakang) terdapat pahatan yang lebih halus namun sudah tidak jelas lagi bentuknya. 

Tubuh candi berupa bangunan bersegi empat dengan alas berbentuk bujur sangkar seluas 5 m2. Selisih luas tubuh candi dengan permukaan kaki candi membentuk selasar selebar sekitar 1 m. Untuk mencapai pintu masuk ke ruang di dalam tubuh candi terdapat tangga setinggi sekitar 60 cm dari permukaan kaki candi. Dalam tubuh candi terdapat ruangan kosong berukuran sekitar 3 m2 yang dikelilingi dinding setebal sekitar 1 m. Lebar ambang pintu masuk sekitar 120 x 250 cm. Tidak terdapat pahatan yang menghiasi bingkai pintu.

Bentuk atap Candi Bahal I sangatlah unik, tidak menyerupai limas bersusun seperti candi-candi di Jawa Timur, namun juga tidak mirip stupa seperti atap Candi Muara Takus. Bentuk atap Candi Bahal I silinder dengan tinggi sekitar 2,5 m, seperti kue yang diletakkan di atas tatakan persegi empat. Pahatan untaian bunga melingkari tepian atap. 

-


Masih di dalam halaman Candi Bahal I, di sudut utara halamn belakang bangunan utama terdapat fondasi berukuran sekitar 2,5 m2 dengan reruntuhan di atasnya. Tidak didapat informasi mengenai bentuk asli maupun fungsi semula reruntuhan tersebut.



Bahal II


Candi Bahal II terletak sekitar 100 m dari jalan dan sekitar 300 m dari Candi Bahal I. Pelataran Candi Bahal II sama luasnya dengan pelataran Candi Bahal I dan juga dikelilingi pagar bata, akan tetapi ukuran bangunan utamanya lebih kecil dari bangunan utama Candi Bahal I. 

Sebagaimana yang terdapat di Candi Bahal 1, pada pertengahan sisi timur, dinding halaman melebar, membentuk lantai yang menjorok sekitar 4 m ke arah luar halaman candi. Dinding setinggi sekitar 70 cm mengapit sisi kanan dan kiri lantai tersebut sampai ke batas tangga yang terdapat sisi timur (luar).



Bangunan utama Candi Bahal II terdiri atas susunan tatakan, kaki, tubuh dan atap candi. Tatakan candi berdenah dasar bujur sangkar seluas sekitar 6 m2 dan setinggi sekitar 1 m. Di atas tatakan berdiri kaki candi setinggi 75 cm, dengan denah dasar berbentuk bujur sangkar seluas 5 m2. Selisih luas tatakan dan kaki candi membentuk selasar mengelilingi kaki candi. 

-


Tubuh candi yang berdiri di atas kaki candi berdenah dasar bujur sangkar seluas 4 m2, sehingga di permukaan kaki candi juga terdapat selasar selebar sekitar 1 m. 

Dalam tubuh Candi Bahal II juga terdapat ruangan kosong berukuran sekitar 3 m2, dikelilingi dinding setebal sekitar 1 m. Pintu masuk selebar sekitar 120 x 250 cm menghadap ke timur tanpa pahatan hiasan apapun pada bingkainya. 

Dinding tatakan, kaki dan tubuh candi juga polos tanpa hiasan pahatan. Atap Candi Bahal II berbentuk limas dengan puncak persegi empat. Di sekeliling susunan teratas terdapat deretan lubang yang tidak diketahui fungsinya. 


Di depan pangkal tangga bangunan utama terdapat sepasang kepala makara dengan mulut terbuka. Dalam mulut terdapat makhluk yang tidak jelas bentuknya. Walaupun sama-sama terbuat dari batu, kepala makara ini berbeda bentuknya dengan yang terdapat di depan bangunan utama Candi Bahal I.

Di antara bangunan utama dan pintu gerbang terdapat fondasi atau panggung berbentuk dasar bujur sangkar berukuran sekitar 5 m2. Tangga naik ke panggung yang dibuat dari batu merah tersebut terdapat di utara dan selatan.













Di sudut utara halaman belakang bangunan utama terdapat semacam fondasi bangunan yang sudah runtuh. Di sisi timur fondasi tersebut terdapat semacam fondasi lain yang mempunyai tangga untuk naik di dua sisi, yaitu sisi utara dan selatan. Di depan masing-masing tangga terdapat sebuah arca kepala makara yang posisinya membelakangi tangga. Di dekat fondasi tersebut berserakan beberapa potongan arca batu.

Bahal III



Candi Bahal II terletak sekitar 100 m dari jalan, namun Untuk mencapai lokasi Candi Bahal III orang harus melalui jalan setapak, pematang sawah dan perumahan penduduk. Terdapat banyak kemiripan antara Candi Bahal III dan kedua candi Bahal lainnya. Pelataran candi yang luasnya relatif sama juga dikelilingi pagar batu bata dengan ketebalan dan ketinggian yang sama. Gerbang untuk masuk ke halaman juga terletak di sisi timur. Sama halnya dengan bangunan utama Candi Bahal III yang terletak di tengah pelataran. Gerbang Candi Bahal III lebih mirip dengan gerbang Candi Bahal I, karena tangga naik ke gerbang terletak di sisi utara dan selatan. Tangga di gerbang Candi Bahal II terletak di timur.


Di antara bangunan utama dan pintu gerbang juga terdapat fondasi atau panggung berbentuk dasar bujur sangkar berukuran sekitar 5 m2. Tangga naik ke panggung yang dibuat dari batu merah tersebut terdapat di utara dan selatan.

Ukuran dan bentuk bangunan utama Candi Bahal III sangat mirip dengan bangunan utama Candi Bahal II. Pintu masuk ke ruangan dalam tubuh candi juga terletak di timur.

Tidak terdapat pahatan pada bingkai pintu, namun sepanjang dinding tatakan dihiasi pahatan dengan motif yang mirip bunga. Tidak terdapat pahatan pada keempat sisi dinding tubuh candi. Tidak terdapat pahatan pada keempat sisi dinding tubuh candi.

Atap Candi Bahal II berbentuk limas dengan puncak persegi empat. Mirip dengan atap Candi Bahal II, namun tidak terdapat deretan lobang pada atap candi ini. 

Tidak terdapat hiasan kepala makara di depan tangga naik ke selasar di permukaan tatakan, namun terdapat pahatan yang sudah kurang jelas bentuknya di pipi tangga di kaki candi. 



Di utara bangunan utama terdapat batu potongan arca. Yang sebuah berbentuk seperti tatakan patung dengan hiasan kelopak teratai di sekelilingnya, mirip dengan yang terdapat di Candi Jago maupun Candi Singasari di Jawa Timur. Sedangkan potongan lainnya tampak seperti bagian kaki dari sebuah arca yang dibuat dalam posisi berdiri, karena di bagian bawah terdapat bentuk kaki, lengkap dengan jari-jarinya.

Museum Bahal

Museum Candi Bahal terletak di seberang pos penjagaan Candi Bahal I. Bangunan museum ini mirip dengan bangunan rumah biasa. Dalam museum tersimpan berbagai bentuk dan jenis bagian candi-candi Bahal yang masih belum diketahui letaknya semula atau, yang karena alasan tertentu, belum dapat dikembalikan ke tempatnya semula.


Di museum tersebut juga dilakukan rekonstruksi potongan dan susunan batu dan bata untuk menemukan kembali bentuk, susunan dan letaknya semula. Potongan batu yang ditemukan di ketiga situs Candi Bahal umumnya merupakan bagian dari sebuah arca atau hiasan dan bukan merupakan reruntuhan bangunan yang umumnya terbuat dari batu bata.

Di antara objek yang tersimpan dan mengalami proses rekonstruksi di museum adalah potongan arca berbentuk raksasa dalam posisi berdiri sambil memanggul gada. Di samping itu juga terdapat sekumpulan batu bata yang memiliki lubang-lubang yang, konon merupakan jejak kaki binatang. Kumpulan batu bata ini ditemukan pada tahun 2000 di pelataran Candi Bahal I. 

Banyak yang dapat dilihat di museum ini. Sayang museum ini tidak dibuka secara rutin untuk umum. Tidak selalu ada petugas yang dapat ditemui. dari petugas yang ditemui juga tidak banyak informasi yang bisa didapatkan. 




Minggu, 09 September 2012

Sejarah Kota Depok

Kota Depok
Sejarah Kota Depok dapat dibagi dalam beberapa fase, yaitu :
  • Depok pada Zaman Prasejarah 
Bahwa penemuan – penemuan benda bersejarah di wilayah Kota Depok menunjukkan bahwa Depok telah berpenghuni sejak zaman prasejarah hal ini terlihat dengan adanya penemuan ahli sejarah, peninggalan – peninggalan benda bersejarah di Depok dan sekitarnya antara lain Menhir “ Gagang golok“, Punden berundak “Sumur Bandung“, Kapak Persegi dan Pahat Batu yang merupakan peninggalan zaman megalit serta Paji Batu dan sejenis Beliung Batu yang merupakn zaman peninggalan Neolit.
  • Depok pada Zaman Padjajaran
Pada akhir abad ke-15 Kerajaan Padjajaran diperintah oleh seorang raja yang diberi gelar Sri Baduga Maharaja Ratu Haji di Pakuan yang lebih dikenal dengan gelar Prabu Siliwangi. Di sepanjang sungai Ciliwung terdapat beberapa kerajaan kecil yang berada di bawah kekuasaan Kerajaan Padjajaran diantaranya adalah Kerajaan Muaraberes. Ini sangat penting artinya pada zaman Padjajaran karena sampai Karadenan terbentang benteng yang sangat kuat sehingga mampu bertahan terhadap serangan pasukan Jayakarta yang di bantu oleh Demak, Cirebon dan Banten.
Depok berjarak ± 13 kilometer sebelah utara Muaraberes jadi wajar apabila Depok dijadikan front terdepan buat tentara Jayakarta pada waktu berperang dengan Padjajaran. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan :
  • Masih terdapatnya nama – nama Kampung/Desa yang menggunakan bahasa Sunda antara lain Parung Serang, Parung Belimbing , Parung Malela, Parung Bingung , Cisalak, Karang Anyar dan lain – lainnya.
  • Didesa Nangerang dan Kawung Pundak sampai sekarang masyarakatnya masih mengunakan bahasa sunda dalam pergaulan sehari – hari.
  • Dr. NJ Krom pernah menemukan cincin emas kuno peninggalan zaman Padjajaran di Nangela, cincin emas tersebut sekarang tersimpan di museum Jakarta.
  • Pada tahun 1709 Abraham Van Riebeeck telah menemukan sebuah benteng kuno peninggalan kerajaan Padjajaran di Karadenan.
  • Dirumah penduduk Kawung Pundak sampai sekarang masih ditemukan senjata - senjata kuno peninggalan zaman Padjajaran. Senjata – senjata ini mereka terima secara turun - temurun.
  • Depok Pada Zaman Islam
Pengaruh Islam di Depok diperkirakan ada sekitar tahun 1527 dan masuknya agama islam di Depok bersamaan dengan perlawanan Banten terhadap VOC yang pada waktu itu berkedudukan di Batavia. Hubungan Banten dan Cirebon setelah Jayakarta direbut VOC harus melalui jalan darat, sebagai jalan pintas yang terdekat yaitu melalui Depok . Karena itu tidaklah mengherankan kalau di Depok dan Sawangan banyak peninggalan – peninggalan tentara Banten. Hal ini terbukti dengan adanya peninggalan – peninggalan berupa :
  1. Antara Perumnas Depok I dan Depok Utara terdapat tempat yang disebut Kramat Beji, disekitar tempat tersebut terdapat 7 buah sumur yang berdimeter ± 1 meter dan dibawah pohon beringin terdapat sebuah bangunan kecil yang selalu terkunci, didalam bangunan terdapat banyak sekali senjata kuno yaitu keris, tombak dan golok. Dari peninggalan tersebut dapatlah disimpulkan bahwa orang – orang yang tinggal di daerah tersebut bukanlah petani tetapi tentara pada jamannya. Menurut keterangan Kuncen Kramat Beji yang disampaikan secara turun – temurun bahwa di tempat ini sering diadakan pertemuan antara Banten dan Cirebon, jadi senjata tersebut merupakan peninggalan tentara Banten waktu melawan VOC dan ditempat semacam ini biasanya diadakan latihan bela diri dan pendidikan agama yuang sering disebut padepokan, jadi nama Depok kemungkinan besar dari Padepokan Beji.
  2. Dikawung Pandak (Karadenan) terdapat masjid kuno, Masjid ini merupakan Masjid pertama di Bogor. Bentuk Masjid ini masih sesuai dengan bentuk aslinya walaupun telah beberapa kali direnovasi. Menurut keterangan pengurus masjid ini dibangun oleh Raden Safe’i cucu Pangeran Sangiang, Pangeran Sangiang ini dalam sejarah bergelar Prabu Surawisesa. Ia pernah menjadi Raja Mandala di Muararebes. Dirumah – rumah penduduk disekitar Masjid ini masih terdapat senjata – senjata peninggalan zaman Padjajaran, juga terdapat beberapa buah kujang. Jadi Masjid dibangun oleh tentara Padjajaran yang masuk Islam kurang lebih sekitar tahun 1550. Lokasi Masjid ini dengan Bojonggede hanya terhalang oleh sungai Ciliwung. Jadi pengaruh Islam masuk di Bojonggede sudah cukup lama.
  3. Di Bojonggede terdapat makan Ratu Anti , nama sebenarnya Ratu Maemunah seorang prajurit Banten yang berjuang melawan tentara Padjajaran di Kedungjiwa. Setelah perang selesai suaminya (Raden Pakpak) menyebarakan agama Islam di Priangan sedangkan Ratu Anti sendiri menetap di Bojonggede sampai meninggal. Ratu Anti salah seorang yang menyebarkan agama Islam di Bojonggede.

Minggu, 08 Juli 2012

Banyak Konstruksi Tersembunyi di Situs Gunung Padang


Hasil penelitian tim terpadu penelitian mandiri yang dibentuk oleh Staf Khusus Kepresidenan Bidang Bencana dan Bantuan Sosial, Andi Arief, yang terdiri dari tim geologi dan arkeologi menemukan struktur bangunan yang yang jauh lebih besar daripada yang sudah diketahui di Situs Megalitikum Gunung Padang saat ini. Tak pelak, kabar ini menjadikannya kembali menjadi perbincangan. Istilah “piramida terpendam” pun mencuat.

Ilustrasi Konstruksi utuh Situs Gunung Padang.
Ilustrasi: Anton

Penelitian awal yang dilakukan dari Desember 2011 sampai Maret 2012 oleh tim geologi menggunakan berbagai metode, seperti citra satelit, georadar, geoelektrik, pengeboran, dan analisis karbon. Hasil penelitian tersebut memang meneguhkan pendapat bahwa ada struktur bangunan yang dibuat oleh manusia di dalam bukit tersebut.

Ribuan batuan yang berbentuk kolom-kolom memanjang yang tersebar di seluruh bukit – bukan hanya di puncaknya, tapi juga ditemukan di lereng bahkan kaki bukit - merupakan batuan andesit berwarna hitam. Batuan ini terbentuk dari aktivitas vulkanik, yang akhirnya membeku dan membentuk columnar joint, batuan berbentuk kolom. Batu panjang itu belum dikerjakan manusia, asli bikinan alam. Namun manusia kemudian menyusun batuan tersebut menjadi sebuah bangunan.

Penelitian juga berhasil memperkirakan usia bangunan tersebut. Tim geologi mengambil sampel tanah dengan mengebor, kemudian diuji radioisotop C14, umur sisa arang, tumbuhan organik paleosoil (carbon dating) dengan alat Liquid Scintillation Counting (LSC). Hasilnya, dari sampel tanah yang diambil dari Teras II dengan pengeboran dengan kedalaman 3,5 m dan sampel tanah yang diambil dari Teras V pada kedalaman 8 - 10 m menunjukkan usia 10.000 tahun sebelum Masehi.

Dari hasil pengeboran oleh tim geologi, ditemukan lapisan-lapisan yang memperkuat pendapat bahwa di dalam tanah tersebut ada jejak perbuatan manusia. Dr. Ir. Andang Bachtiar, M.Sc., salah seorang geolog yang ikut dalam penelitian Situs Gunung Padang, menjelaskan bahwa di kedalaman tanah di bawah situs tersebut ditemukan pasir halus yang ukurannya sama. “Ini seperti sudah diayak,” kata Andang saat memaparkan hasil penelitian pada 7 Februari lalu di Gedung Krida Bakti, Jakarta Pusat.

Lapisan pasir berselang-seling dengan lapisan hasil lapukan batuan andesit sampai berulang beberapa kali lapisan. Tim geologi memperkirakan, ini adalah struktur yang berfungsi untuk menahan bangunan tetap utuh jika terjadi gempa.

sumber : Intisari

Situs Gunung Padang bukan penemuan baru

Pemberitaan mengenai Gunung Padang beberapa bulan belakangan ini memang berhasil menyedot rasa penasaran banyak orang, termasuk media dan pejabat pemerintah. Padahal sejatinya Situs Gunung Padang ini bukan penemuan baru.

Pada 1979, petani setempat yang bernama Endi, Soma, dan Abidin “menemukan” serakan batu dengan wilayah sebaran yang luas dan terpola yang tertutup semak belukar Bukit Gunung Padang, Desa Karyamukti, Cianjur, Jawa Barat. Karena rasa penasaran, mereka kemudian melaporkannya ke Kepala Seksi Kebudayaan Kabupaten Cianjur.


Dok. Ali Akbar
Tim peneliti melakukan pengeboran di Situs Gunung Padang

Itu pun ternyata bukan kali pertama penemuan, karena ternyata pada 1914, N.J. Krom, arkeolog Belanda yang juga meneliti Candi Borobudur masa itu, sudah mencatat keberadaan situs megalitikum di Gunung Padang ini. Sejak itu belum ada penelitian intensif.

Pada 1980, mulailah dilakukan penelitian ulang yang dipimpin oleh Prof Dr. Raden Panji Soedjono, pakar prasejarah pertama Indonesia. Mulai saat itu, proses ekskavasi dan restorasi terus berjalan, melibatkan banyak pakar dari disiplin ilmu dan berbagai dinas pemerintah terkait.

Sampai akhirnya pada Desember 2011, Kantor Staf Khusus Kepresidenan membentuk Tim Katrastopik Purba yang beranggotakan pakar dari berbagai disiplin ilmu, seperti geologi, geofisika, paleotsunami (ilmu tsunami purba), paleosedimentasi, geodinamika, arkeologi, filologi (ilmu yang mempelajari naskah kuno), dan antropologi. Penelitian oleh tim ini masih berlangsung sampai sekarang.

Ditemukannya struktur yang selama ini tersembunyi, baik di dalam tanah maupun di lereng bukitnya menjadikan Gunung Padang kembali menarik minat. Menurut juru pelihara situs tersebut, hari Sabtu dan Minggu saja jumlah kunjungan bisa mencapai 9.000 pengunjung!

Untuk mencapai kesimpulan akhir mengenai Situs Gunung Padang, peradaban dan kebudayaan purba yang terjadi di sana, tentu bukan jalan yang singkat dan mudah. Namun kearifan agung macam ini layak untuk dinanti, sampai cerita utuhnya menunjukkan betapa hebatnya peradaban Indonesia dahulu kala.

Sumber : Intisari.

Text Widget

Situs Gunung Padang